Mirip Dengan Thanksgiving, Masyarakat Poso Punya Hari Raya Ucap Syukur Yang Disebut Padungku

Mirip Dengan Thanksgiving, Masyarakat Poso Punya Hari Raya Ucap Syukur Yang Disebut Padungku - Padungku adalah sebuah perayaan ucap syukur dari panen di kebun atau ladang. Dalam ajaran di Alkitab-Kristen ditekankan adanya persembahan kepada Tuhan lewat hasil jerih payah umat-Nya. Jika dalam sejarah Alkitab diceritakan bahwa korban persembahan tersebut adalah hasil pertama dan terbaik lalu dibakar. Saat ini persembahan hasil panen dipersembahkan kepada gereja dengan cara menyerahkan hasil panen kepada gereja.

Semisal ada petani baru saja panen padi di sawah. Maka sepersepuluh panen atau panenan awal diserahkan kepada pihak gereja. Usai persembahan ke gereja lalu diadakanlah Padungku, yakni pesta panen sebagai ungkapan syukur dari warga atas hasil panen yang melimpah.


Makanan Khas Perayaan Padungku

Baca Juga

( Foto : Kompasiana )


Padungku dilaksanakan satu kali dalam satu tahun. Waktu penetapan Padungku ditetapkan dengan bermusyarawah bersama untuk mencari waktu yang tepat. Biasanya Padungku dilakukan dua bulan setelah panen usai. Masing-masing desa memiliki waktu Padungkunya sendiri-sendiri, bergantung pada hasil panen dan kesepakatan bersama.

Masing-masing orang akan menyesuaikan diri dengan cara menyisihkan dari pendapatannya untuk Padungku. Sehingga tidak hanya petani yang usai panen, tetapi semua orang bisa melakukan Padungku walau tidak harus panen. Padungku bisa dikatakan sebuah perayaan pesta yang paling meriah. Walaupun mayoritas beragama Kristen, tetapi perayaan Padungku jauh lebih meriah dibanding Natal, tahun baru, Pentakosta atau Paskah. Inilah budaya warga yang benar-benar masih menjunjung tinggi kearifan lokal.

Yang menarik dari Padungku adalah menjadi jembatan bertemunya orang-orang lintas generasi, profesi, jabatan, strata sosial, agama, suku dan perbedaan lain yang dilebur dalam pesta hasil panen. Rambu-rambu norma religi tetap dipegang teguh oleh setiap keluarga yang melakukan Padungku. Hampir sebagian besar dalam penyajian menu makanan memperhatikan kebutuhan umat lain yang berpantang makan makanan tertentu.

Semisal umat Hindu tidak memakan daging sapi, dan umat Muslim yang tidak makan daging anjing dan babi. Tentu saja hambatan tersebut sudah diantisipasi oleh tuan rumah dengan membuka dua meja makan. Meja makan yang ada di depan adalah makanan buat mereka yang berpantang makan-makanan yang dilarang oleh keyakinannya, sedangkan meja makan yang di dalam adalah buat mereka yang tidak berpantang.

Menu makanan dalam perayaan Padungku adalah nasi bambu sebagai menu wajibnya. Nasi bambu adalah beras yang dibungkus daun pisang dan dimasak dalam tabung bambu yang dibakar. Ada juga daging cincang beserta sayuran yang dimasak dalam bambu dan diberi nama nompe. Menu lain seperti burasu (lontong pipih), timorangsa (daging dengan kacang merah), pongas (tape yang asam, manis dan pahit), dan menu-menu lain yang modern. Minuman khas sulewesi yakni Saguer (nira/legen) yang sudah terfementasi menjadi pelengkap selain minuman beralkohol buatan pabrik.

Mangkoni mangkeni, adalah istilah yang digunakan oleh mereka yang berpesiar yang memiliki arti 'makan dan bawa pulang'. Setiap tamu yang berpesiar diharuskan makan di meja makan tuan rumah, dan saat berpamitan harus membawa apa yang tuan rumah berikan atau jika perlu dipersilakan membungkus sendiri apa yang ada di meja makan. Kantong-kantong plastik sudah tersedia dan tetamu boleh membungkus dan membawa pulang apa yang dia kehendaki. Tuan rumah akan merasa tersanjung jika ada tetamu yang makan banyak dan membawa pulang banyak pula.



Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel