Tari Payung dari Sumatera Barat
September 27, 2019
Edit
Tari Payung dari Sumatera Barat | TradisiKita - Sama halnya dengan tari pasambahan, tari payung merupakan salah satu tari tradisional Minangkabau, Provinsi Sumatera Barat. Seperti namanya, pertunjukan tari payung menggunakan payung sebagai properti utamanya.
Lalu seperti apakah bentuk dan gerakan tari payung yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat ini? mari kita simak penjelasan dibawah :
Pada awalnya, tari payung dipertunjukkan hanya sebagai salah satu selingan antara babak ke babak dalam pertunjukan toonel. Dalam perkembangan drama toonel tersebut, Tari Payung turut mendapat sambutan masyarakat di Bukittinggi seiring dengan perkembangan Tari Minangkabau gaya Melayu.
Adapun penata tari payung pertamakali adalah Muhammad Rasjid Manggis (1904-1984) yang telah menata Tari Payung untuk pertama kalinya dalam bentuk tari teater pada awal 1920-an. Selanjutnya tari payung ditata ulang oleh Sitti Agam yang satu angkatan dengan Rasjid Manggis di Normal School Bukittinggi.
Melalui Sitti Agam, Tari Payung ditata dengan membawakan tema pergaulan muda-mudi secara naratif bercerita sepasang muda-mudi bertamasya ke Sungai Tanang (suatu pemandian di Bukittinggi).
Cerita tersebut disesuaikan dengan gambaran kehidupan remaja di sekolah tinggal di kota yang lepas dari kungkungan adat. Menariknya, pada awalnya seluruh pemain adalah perempuan, peran laki-laki pun digantikan oleh perempuan termasuk pemusiknya.
Dahulu kaum perempuan dilarang berkarir di luar Rumah Gadang. Sehingga Sitti Agam memprakarsai mendirikan organisasi perempuan tahun 1924 satu periode “Serikat kaum Ibu Sumatera (SKIS)” dan memimpin penerbitan majalah.
Langkah tersebut dimaksudkan untuk mendorong derajat kaum wanita, termasuk dalam bidang kesenian dengan mengadakan pertunjukan toonel atau yang juga disebut basandiwara.
Menurut Damir Idris yang mengaku bekas murid Sitti Agam, gurunya tersebut adalah wanita terhormat di Minangkabau yang pertama kali menari diatas pentas.
Beliau orang pertama yang menata Tari Payung sekaligus ikut menarikannya dalam pertunjukan toonel yang disutradarai sendiri. Mengingat kondisi adat dimasyarakat waktu itu, semua kegiatan kesenian laki-laki dengan perempuan terpisah, termasuk penontonnya.
Perkembangan selanjutnya dimotori oleh Sariamin alias Selasih atau Seliguri yang juga pelajar di Normal School lebih muda dari Sitti Agam dan Rasjid Manggis.
Olehnya, Tari Payung disusun dengan menekankan perbedaan dalam penggarapannya saja, selain itu tetap sama. Diluar murid Normal School, tari ini juga ditata oleh murid-murid Ins Kayutanam diantaranya Sjofian Naan dan Djarmias Sutan Bagindo.
Oleh Sjofian Naan, tari ini diberi gubahan warna yang berangkat dari kaba atau cerita rakyat. Gubahan tari tersebut lebih menekankan simbol-simbol identitas ke-Minangkabau-an, walaupun terbatas dimensi isi dan busana.
Sementara itu, Djermias Sutan Bagindo sama-sama memiliki gubahan namun tetap mengikuti pola sebelumnya. Ia berlandaskan dimensi tekstual atau aspek internal sebuah tari.
Dalam perjalanannya, Tari Payung mengalami perkembangan dinamika horisontal, terutama dari murid-murid Sjofian Naan seperti Hoerijah Adam, Sjofyani Yusaf dan Gusmiati Suid.
Semuanya memiliki andil dalam menciptakan Tari Payung dengan gubahan dan kreasi mereka yang khas, meski tetap berpijak pada unsur tarian sebelumnya. Melalui ketiganya, dari abad ke-20 hingga sekarang, Tari Payung yang populer adalah karya dari Sjofyani Yusaf.
Dari Zuraida Zainoeddin yang banyak mengenal Sitti Agam, bahwa Sitti Agam mengatakan “Tari Payung dalam perkembangannya sudah ratusan jumlahnya. Siapa saja memang dapat menata Tari Payung, baik orang Minangkabau sendiri, maupun orang luar Minangkabau“.
Sungguh pun demikian Tari Payung yang sudah berkembang menurut masing-masing penatanya itu, tetap dengan tema percintaan dengan lagu Babendi-bendi yang menggambarkan kehidupan remaja anak sekolah di kota pada awal abad masa itu yang digambarkan oleh Encik Sitti Agam (Mulyadi,1994:302).
Di masa-masa awal tarian ini ditata oleh Sitti Agam dari Bukittinggi. Pada kisaran tahun 1960, Tari Payung pernah sangat populer, baik di lingkungan masyarakat Minangkabau atau masyarakat lainnya. Sebagian masyarakat berpandangan belum merasa menyaksikan tari Minangkabau jika belum melihat pertunjukan Tari Payung.
Sedangkan untuk para penari pria kostum yang digunakan adalah: Baju lengan panjang, celana panjang yang satu warna, sarung songket dan kopiah melayu.
Penggunaan payung dan selendang dalam tari payung ini memiliki makna atau fisolofi tertentu yang akan kita bahas pada bab selanjutnya.
Untuk alat musik tradisional yang digunakan terdiri dari rebana, akordeon, gendang, dan gamelan khas melayu. Alat musik tersebut haruslah dimainkan sesuai dengan ritme dari tarian. Adapun syair yang dibawakan dalam tarian ini adalah syair lagu “Babendi-bendi ke Sungai Tanang”.
Filosofi dari tari payung Minangkabau Sumatera Barat ini terlihat dari properti yang digunakan oleh para penarinya serta lagu pengiring dari tari payung itu sendiri. Berikut makna properti tari payung
Tari payung menggunakan lagu pengiring berjudul “Babendi-bendi ke Sungai Tanang”. Lagu ini mengisahkan tentang sepasang suami-istri yang sedang berbulan madu ke sungai tanang. Berikut lyrik lagu babendi-bendi ke sungai tanang :
Babendi..bendi
Ka sungai tanang
Aduhai sayang (2x)
Singgahlah mamatiak..singgahlah
mamatiak
Bunga lembayung (2x)
Hati siapo..indak ka sanang aduhai
sayang..(2x)
Maliek rang mudo..mailek rang mudo
manari payung..(2x)
Hati siapo..hati siapo..indak kasanang
aduhai sayang..(2x)
Maileksinona.. mailek si nona manari
payung..(2x)
Berbendi-bendi
Berbendi-bendi
Kesungai tenang..aduhai sayang (2x)
Singgahlah memetik..singgahlah
memetik bunga lembayung
Hati siapa..hati siapa tidaklah senang
aduhai sayang (2x)
Melihat orang muda..melihat orang
muda menari payung..
Hati siapa tidaklah senang aduhai
sayang (2x)
Demikian Sahabat Tradisi, informasi mengenai tari payung dari Sumatera Barat. Semoga bermanfaat.
Lalu seperti apakah bentuk dan gerakan tari payung yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat ini? mari kita simak penjelasan dibawah :
Baca Juga
Tari Payung
Tari payung adalah tarian yang melambangkan kasih sayang, tarian ini mencerminkan pergaulan muda-mudi Minangkabau, sehingga penggunaan payung ini betujuan untuk melindungi mereka dari hal-hal negatif. Tarian Payung ini biasa dibawakan pada saat pembukaan suatu acara pesta, pameran atau bentuk kegiatan lainnya.Sejarah dan Asal Usul Tari Payung
Berdasarkan sejarah dan usal usulnya, Tari Payung berkaitan dengan seni drama yang pada masa penjajahan Belanda lebih dikenal dengan toonel. Selain Randai, drama toonel adalah kesenian yang lahir dari pengaruh sekelompok seniman dari Semenanjung Malaya yang mempertunjukan seni komedi bangsawan Melayu di Sumatera Barat.Pada awalnya, tari payung dipertunjukkan hanya sebagai salah satu selingan antara babak ke babak dalam pertunjukan toonel. Dalam perkembangan drama toonel tersebut, Tari Payung turut mendapat sambutan masyarakat di Bukittinggi seiring dengan perkembangan Tari Minangkabau gaya Melayu.
Melalui Sitti Agam, Tari Payung ditata dengan membawakan tema pergaulan muda-mudi secara naratif bercerita sepasang muda-mudi bertamasya ke Sungai Tanang (suatu pemandian di Bukittinggi).
Cerita tersebut disesuaikan dengan gambaran kehidupan remaja di sekolah tinggal di kota yang lepas dari kungkungan adat. Menariknya, pada awalnya seluruh pemain adalah perempuan, peran laki-laki pun digantikan oleh perempuan termasuk pemusiknya.
Dahulu kaum perempuan dilarang berkarir di luar Rumah Gadang. Sehingga Sitti Agam memprakarsai mendirikan organisasi perempuan tahun 1924 satu periode “Serikat kaum Ibu Sumatera (SKIS)” dan memimpin penerbitan majalah.
Langkah tersebut dimaksudkan untuk mendorong derajat kaum wanita, termasuk dalam bidang kesenian dengan mengadakan pertunjukan toonel atau yang juga disebut basandiwara.
Menurut Damir Idris yang mengaku bekas murid Sitti Agam, gurunya tersebut adalah wanita terhormat di Minangkabau yang pertama kali menari diatas pentas.
Beliau orang pertama yang menata Tari Payung sekaligus ikut menarikannya dalam pertunjukan toonel yang disutradarai sendiri. Mengingat kondisi adat dimasyarakat waktu itu, semua kegiatan kesenian laki-laki dengan perempuan terpisah, termasuk penontonnya.
Perkembangan selanjutnya dimotori oleh Sariamin alias Selasih atau Seliguri yang juga pelajar di Normal School lebih muda dari Sitti Agam dan Rasjid Manggis.
Olehnya, Tari Payung disusun dengan menekankan perbedaan dalam penggarapannya saja, selain itu tetap sama. Diluar murid Normal School, tari ini juga ditata oleh murid-murid Ins Kayutanam diantaranya Sjofian Naan dan Djarmias Sutan Bagindo.
Oleh Sjofian Naan, tari ini diberi gubahan warna yang berangkat dari kaba atau cerita rakyat. Gubahan tari tersebut lebih menekankan simbol-simbol identitas ke-Minangkabau-an, walaupun terbatas dimensi isi dan busana.
Sementara itu, Djermias Sutan Bagindo sama-sama memiliki gubahan namun tetap mengikuti pola sebelumnya. Ia berlandaskan dimensi tekstual atau aspek internal sebuah tari.
Dalam perjalanannya, Tari Payung mengalami perkembangan dinamika horisontal, terutama dari murid-murid Sjofian Naan seperti Hoerijah Adam, Sjofyani Yusaf dan Gusmiati Suid.
Semuanya memiliki andil dalam menciptakan Tari Payung dengan gubahan dan kreasi mereka yang khas, meski tetap berpijak pada unsur tarian sebelumnya. Melalui ketiganya, dari abad ke-20 hingga sekarang, Tari Payung yang populer adalah karya dari Sjofyani Yusaf.
Dari Zuraida Zainoeddin yang banyak mengenal Sitti Agam, bahwa Sitti Agam mengatakan “Tari Payung dalam perkembangannya sudah ratusan jumlahnya. Siapa saja memang dapat menata Tari Payung, baik orang Minangkabau sendiri, maupun orang luar Minangkabau“.
Sungguh pun demikian Tari Payung yang sudah berkembang menurut masing-masing penatanya itu, tetap dengan tema percintaan dengan lagu Babendi-bendi yang menggambarkan kehidupan remaja anak sekolah di kota pada awal abad masa itu yang digambarkan oleh Encik Sitti Agam (Mulyadi,1994:302).
Di masa-masa awal tarian ini ditata oleh Sitti Agam dari Bukittinggi. Pada kisaran tahun 1960, Tari Payung pernah sangat populer, baik di lingkungan masyarakat Minangkabau atau masyarakat lainnya. Sebagian masyarakat berpandangan belum merasa menyaksikan tari Minangkabau jika belum melihat pertunjukan Tari Payung.
Pertunjukan Tari Payung
Pertunjukan tari payung biasanya dibawakan oleh pasangan penari pria dan wanita sebanyak 3 - 4 pasangan. Tari ini seringkali ditampilkan dalam paket pertunjukan tari Minangkabau, baik dalam bentuk hiburan maupun pertunjukan seni (performing art). Sering kali dibawakan pada saat pembukaan suatu acara pesta, pameran atau bentuk kegiatan lainnya.Pakaian / Busana Penari
Para penari payung menggunakan busana khas Minangkabau Sumatera Barat. Untuk para penari wanita, kostum yang digunakan adalah pakaian adat melayu sesuai adat Minang yang terdiri dari: Baju kurung atau kebaya, bawahan berupa kain songket dan hiasan kepala yaitu mahkota berwarna keemasan.Sedangkan untuk para penari pria kostum yang digunakan adalah: Baju lengan panjang, celana panjang yang satu warna, sarung songket dan kopiah melayu.
Properti Tari Payung
Sesuai dengan namanya, properti utama dalam tarian ini adalah Payung yang digunakan oleh penari laki-laki. Namun selain payung, masih ada properti yang digunakan oleh penari payung khususnya penari wanitanya, yaitu berupa selendang.Penggunaan payung dan selendang dalam tari payung ini memiliki makna atau fisolofi tertentu yang akan kita bahas pada bab selanjutnya.
Musik Pengiring Tari Payung
Dalam setiap pertunjukan Tari payung memiliki 2 elemen pengiring. Pengiring tersebut berupa tabuhan alat musik tradisional Sumatera Barat dan sebuah syair khusus.Untuk alat musik tradisional yang digunakan terdiri dari rebana, akordeon, gendang, dan gamelan khas melayu. Alat musik tersebut haruslah dimainkan sesuai dengan ritme dari tarian. Adapun syair yang dibawakan dalam tarian ini adalah syair lagu “Babendi-bendi ke Sungai Tanang”.
Makna & Filosofi Tari Payung
Filosofi dari tari payung Minangkabau Sumatera Barat ini terlihat dari properti yang digunakan oleh para penarinya serta lagu pengiring dari tari payung itu sendiri. Berikut makna properti tari payung
a. Makna Payung
Payung dalam tari tradisional Sumatera Barat ini dipakai oleh pihak penari laki-laki. Alasan mengapa payung digunakan oleh laki-laki adalah sebagai simbol pelindung. Laki-laki merupakan pilar utama dari keluarga, sehingga laki-laki harus melindungi keluarga. Simbol itu tampak dari penari laki-laki yang memayungi kepala penari wanita.b. Makna Selendang
Selendang ini digunakan oleh pihak penari wanita dengan yang melambangkan ikatan cinta suci dari pasangan. Selain itu, selendang ini juga bermakna kesetiaan seorang wanita dan kesiapannya dalam membina rumah tangga bersama suami. Hal itu tampak dari selendang yang dikaitkan pihak penari wanita kepada penari laki-laki.c. Makna Lagu / Syair Pengiring Tari Payung
Tari payung menggunakan lagu pengiring berjudul “Babendi-bendi ke Sungai Tanang”. Lagu ini mengisahkan tentang sepasang suami-istri yang sedang berbulan madu ke sungai tanang. Berikut lyrik lagu babendi-bendi ke sungai tanang :
Babendi..bendi
Ka sungai tanang
Aduhai sayang (2x)
Singgahlah mamatiak..singgahlah
mamatiak
Bunga lembayung (2x)
Hati siapo..indak ka sanang aduhai
sayang..(2x)
Maliek rang mudo..mailek rang mudo
manari payung..(2x)
Hati siapo..hati siapo..indak kasanang
aduhai sayang..(2x)
Maileksinona.. mailek si nona manari
payung..(2x)
Berbendi-bendi
Berbendi-bendi
Kesungai tenang..aduhai sayang (2x)
Singgahlah memetik..singgahlah
memetik bunga lembayung
Hati siapa..hati siapa tidaklah senang
aduhai sayang (2x)
Melihat orang muda..melihat orang
muda menari payung..
Hati siapa tidaklah senang aduhai
sayang (2x)
Video Tari Payung Minangkabau
Demikian Sahabat Tradisi, informasi mengenai tari payung dari Sumatera Barat. Semoga bermanfaat.