Tari Gundala-Gundala, Tari Pemanggil Hujan dari Sumatera Utara

Tari Gundala-Gundala, Tari Pemanggil Hujan dari Sumatera Utara | TradisiKita - Tari Gundala-gundala adalah merupakan tari tradisional yang berasal dari Sumatera Utara. Tarian ini merupakan tradisi suku Batak Karo di Sumatera Utara yang bertujuan untuk memanggil hujan atau Ndilo Wari Udan

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang memiliki beberapa suku bangsa didalamnya, sehingga berbagai kesenian daerah juga banyak dijumpai di Provinsi yang beribukota di Medan ini.

Salah satu kesenian khususnya seni tari yang berasal dari suku Karo di Sumatera Utara adalah Tari Gundala-gundala. Tarian ini tidak hanya sekedar pertunjukan hiburan, tarian ini mengandung tujuan tertentu yang dipercaya oleh masyarakat Karo. Tari Gundala-gundala, tari pemanggil hujan dari Sumatera Utara. Seperti apakah bentuk tari gundala-gundala ini?

Baca Juga : Pengertian Tari Primitif

Sejarah dan Asal Usul Tari Gundala-Gundala

Sejarah asal usul tari Gundala-gundala ini dilatarbelakangi oleh legenda mengenai burung raksasa yang bernama Gurda Gurdi. Konon, di Tanah Karo, seorang raja bernama Sibayak bersama dengan permainsuri. Keduanya memiliki putri. Suatu ketika sang raja bertemu dengan mahluk berkekuatan gaib yang ternyata adalah jelmaan dari seorang pertapa sakti berbentuk burung raksasa bernama Gurda-Gurdi. Singkat cerita burung tersebut dibawa pulang ke istana dan menjadi penjaga sang putri. Gurda-Gurdi memiliki kekuatan ajaib untuk melindungi sang putrid.

ketika sang putri asik bercanda dengan Gurda-Gurdi sehingga ia menyentuk paruh sang burung raksasa. Merasa tidak senang, Gurda-Gurdi menunjukkan sikap tidak sopan/tidak santun. Panglima raja yang melihat kejadian tersebut berusaha menenangkan Gurda-Gurdi dengan cara mengelus paruh burung tersebut. Bukannya merasa terobati tetapi Gurda-Gurdi malah beringas, ia kemudian menghajar sang panglima. Keduanya terlibat perkelahian besar yang menyebabkan kekacauan

perkelahian tersebut, Sibayak memahami bahwa panglima sudah diambang kekalahan. Ia kemudian menyuruh para pengawal memberi bantuan dari jarak jauh. Gurda-Gurdi terkena pukulan keras yang menyebabkan ia meninggal.

kemudian, sang Putri menyatakan yang sebenarnya bahwa sebelum kejadian itu Gurda-Gurdi telah memberitahukan bahwa titik kekuatan mistisnya terletak pada paruhnya. Oleh karena itu ia tidak mau seorangpun menyentuh bagian tubuhnya tersebut. Akibat kelalaian Sang Putri dan ketidaktahuan panglima, Gurda-Gurdi sudah tidak ada lagi. Kematian Gurda-Gurdi menyebabkan kesedihan mendalam di seluruh pelosok istana dan rakyat. Mereka menangis dan berkabung. Hujan deras pun turun seolah ikut menangis.

Legenda diatas kemudian menjadi inti dari kesenian tradisional Gundala-Gundala. Di setiap pementasan Gundala-Gundala, kisah mengenai Gurda –Gurdi ditampilkan dalam bentuk tarian. Di Kabupaten Karo kesenian ini masih banyak dilakukan untuk Ndilo Wari Udan (memanggil hujan)

Pertunjukan Tari Gundala-Gundala

tari gundala-gundala

Gundala-gundala merupakan ekspresi rasa sedih masyarakat Karo, Sumatera Utara. Kesedihan itu disimbolkan sebagai hujan yang turun ke bumi. Itulah dasar mengapa ketika musim kemarau berkepanjangan datang, masyarakat Karo akan menggelar tarian Gundala-Gundala.

Banyak sekali tari-tarian Indonesia yang menggunakan properti berupa topeng. Demikian pula dengan tari Gundala-gundala ataupun manuk sigurda-gurdi merupakan permainan rakyat asli asal Karo, yang berbentuk lakon seperti sebuah seni pertunjukan drama dan tari, dimana permainan ini dimainan oleh beberapa orang yang memerankan beberapa tokoh, diantaranya: sebagai sibayak (raja, gelar bangsawan Karo), kemberahen (permainsuri), putri raja, puanglima (panglima), para kesatria (prajurit), juak-juak (pelayan dan dayang-dayang), hewan (khususnya kerbau), petani, dan yang terpenting adalah pemeran manuk sigurda-gurdi serta peran pembantu lainnya.

Dalam pertunjukannya, tarian gundala-gundala ini selalu membawakan sebuah kisah, dimana satu kisah yang sangat popular dalam pertunjukan gundala-gundala ini, yakni cerita “Manuk Sigurda-gurdi”. Cerita ini juga di beberapa wilayah memiliki versi yang bervariasi namun alur ceritanya tetap dipertahankan seperti aslinya.

Kostum dan Properti Penari Gundala-Gundala

Para penari Gundala-gundala biasanya berjumlah 5 orang, 4 orang menggunakan pakaian berupa jubah dan mengenakan properti berupa topeng dan satu orang lagi menggunakan pakaian layaknya manuk sigurda-gurdi.

Kostum dan Properti Penari Gundala-Gundala

Musik Pengiring Tari Gundala-Gundala

Biasanya Tari topeng Gundala-gundala Seberaya ini di iringi dengan gendang lima sendalanen. Tari topeng Gundala-gundala Seberaya di iringi dengan gendang mari-mari, gendang odak-odak, gendang Sinengguri. Ketiga jenis gendang ini mempunyai pola ritmis yang berbeda-beda. Bukan hanya itu saja, suku Karo juga memiliki alat musik tersendiri. Alat musiknya yaitu Gendang karo. Biasanya disebut gendang “Lima sendalanen” yang artinya seperangkat gendang seperti Kulcapi, Balobat, Surdam, Keteng-keteng, Murbab, Sarune, Gendang singundungi, gendang singanaki, penganak dan Gung. Alat tradisional ini sering digunakan untuk menari, menyanyi, dan berbagai ritual tradisi. Jadi Gendang karo sudah lengkap (lima sendalanen) jika sudah ada Sarune, Gendang singindungi, Gendang singanaki, Penganak, dan Gung dalam mengiringi sebuah upacara atau pesta.

Baca Juga : Alat Musik Tradisional Sumatera Barat

Video Tari Gundala-Gundala


Berikut ini sebuah video tari gundala-gundala dari Karo, Sumatera Utara




Demikian Sahabat Tradisi, informasi mengenai tari Gundala-Gundala dari Sumatera Utara. Semoga bermanfaat.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel