Apa Nama Bahasa Daerah Aceh?
Oktober 14, 2019
Edit
Apa Nama Bahasa Daerah Aceh? | TradisiKita - Aceh merupakan provinsi paling Ujung barat di Indonesia. Provinsi ini dikenal juga dengan nama Serambi Mekah, karena dari Provinsi Aceh lah awal mula Agama Islam menyebar ke Nusantara.
Selain memiliki kebudayaan yang khas, seperti tari daerah Aceh, Alat musik tradisional Aceh, serta pakaian adat Aceh, Provinsi yang beribukota di Banda Aceh juga memiliki Bahasa Daerah yang unik dan terdiri dari beberapa macam.
Mungkin Sobat termasuk yang penasaran sebenarnya apa nama bahasa daerah Aceh? Pada kesempatan ini kita akan mengenal 9 bahasa daerah Aceh.
Diantara bahasa-bahasa daerah yang terdapat di provinsi NAD, bahasa Aceh merupakan bahasa daerah terbesar dan yang paling banyak penuturnya, yakni sekitar 70 % dari total penduduk provinsi NAD (Daud, 1997:10, Daud and Durie, 1999:1). Penutur bahasa Aceh tersebar di wilayah pantai Timur dan Barat provinsi NAD. Penutur asli bahasa Aceh adalah mereka yang mendiami Kabupaten Aceh Besar, Kota Madya Banda Aceh, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Jeumpa, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Barat dan Kota Madya Sabang. Penutur bahasa Aceh juga terdapat di beberapa wilayah dalam Kabupaten Aceh Selatan, terutama di wilayah Kuala Batee, Blang Pidie, Manggeng, Sawang, Tangan-tangan, Meukek, Trumon dan Bakongan. Bahkan di Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Tenggara dan Simeulue, kita dapati juga sebahagian kecil masyarakatnya yang berbahasa Aceh.
Bahasa aceh memiliki dialek yang berbeda-beda seperti dialek pidie, aceh besar dan aceh selatan serta aceh utara, dialek yang akan menjadi identitas seseorang bila sedang berkomunikasi.
Bahasa jamee berasal dari daerah Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya dan masih menjadi bahasa sehari-hari masyarakat disana. Bahasa Jamee juga sering di istilahkan dengan bahasa Baiko karena banyak kosa kata dalam bahasa jamee memiliki huruf vokal “o”.
Bahasa Kluet merupakan bahasa Ibu bagi masyarakat Suku Kluet yang mendiami beberapa kecamatan di Aceh Selatan. Bahasa ini berpusat di beberapa daerah seperti Kecamatan Kluet Utara, Kluet Tengah, Kluet Selatan dan Kluet Timur.
Bahasa ini kedengarannya lebih mirip dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat etnis Karo di Sumatera Utara. Masyarakat yang mendiami kabupaten Aceh Tenggara, di sepanjang wilayah kaki gunung Leuser, dan penduduk di sekitar hulu sungai Singkil di kabupaten Singkil, merupakan masyarakat penutur asli dari bahasa Alas.
Bahasa ini diyakini sebagai suatu bahasa yang erat kaitannya dengan bahasa Melayu kuno, meskipun kini cukup banyak kosakata bahasa Gayo yang telah bercampur dengan bahasa Aceh. Bahasa Gayo merupakan bahasa ibu bagi masyarakat Aceh yang mendiami kabupaten Aceh Tengah, sebahagian kecil wilayah Aceh Tenggara, dan wilayah Lokop di kabupaten Aceh Timur. Bagi kebanyakan orang di luar masyarakat Gayo, bahasa ini mengingatkan mereka akan alunan-alunan merdu dari syair-syair kesenian didong.
Bahasa Haloban adalah salah satu bahasa daerah Aceh yang digunakan oleh masyarakat di kabupaten Singkil, khususnya mereka yang mendiami Kepulauan Banyak, terutama sekali di Pulau Tuanku. Jumlah penutur bahasa Haloban sangat sedikit dan jika uapaya-upaya untuk kemajuan, pengembangan serta pelestarian tidak segera dimulai, dikhawatirkan suatu saat nanti bahasa ini hanya tinggal dalam catatan-catatan kenangan para peneliti bahasa daerah.
Seperti halnya bahasa Kluet, informasi tentang bahasa Singkil, terutama sekali dalam bentuk penerbitan, masih sangat terbatas. Bahasa ini merupakan bahasa ibu bagi sebagian masyarakat di kabupaten Singkil. Dikatakan sebahagian karena kita dapati ada sebagian lain masyarakat di kabupaten Singkil yang menggunakan bahasa Aceh, bahasa Aneuk Jamee, ada yang menggunakan bahasa Minang, dan ada juga yang menggunakan bahasa Dairi (atau disebut juga bahasa Pakpak) khususnya di kalangan pedagang dan pelaku bisnis di wilayah Subulussalam.
Bahasa Tamiang (dalam bahasa Aceh disebut bahasa Teumieng) merupakan variant atau dialek bahasa Melayu yang digunakan oleh masyarakat kabupaten Aceh Tamiang (dulu wilayah kabupaten Aceh Timur), kecuali di kecamatan Manyak Payed (yang merupakan wilayah bahasa Aceh) dan kota Kuala Simpang (wilayah bahasa campuran, yakni bahasa Indonesia, bahasa Aceh dan bahasa Tamiang). Hingga kini cita rasa Melayu masih terasa sangat kental dalam bahasa Tamiang.
Referensi :
http://acehplanet.com/ternyata-ada-9-bahasa-daerah-di-aceh/
Selain memiliki kebudayaan yang khas, seperti tari daerah Aceh, Alat musik tradisional Aceh, serta pakaian adat Aceh, Provinsi yang beribukota di Banda Aceh juga memiliki Bahasa Daerah yang unik dan terdiri dari beberapa macam.
Mungkin Sobat termasuk yang penasaran sebenarnya apa nama bahasa daerah Aceh? Pada kesempatan ini kita akan mengenal 9 bahasa daerah Aceh.
9 Bahasa Daerah Aceh
Nangroe Aceh Darussalam memiliki beberapa suku bangsa yang masing-masing memiliki bahasa daerah tersendiri. Pada kesempatan ini kita akan mengenal nama bahasa daerah aceh yang telah dikelompokkan menjadi 9 bahasa daerah aceh, yaitu bahasa aceh, bahasa aneuk jamee, bahasa kluet, bahasa alas, bahasa gayo, bahasa haloban, Bahasa Devayan, Simeulue dan Bahasa Tamiang. Berikut keterangannya :
1. Bahasa Aceh
Diantara bahasa-bahasa daerah yang terdapat di provinsi NAD, bahasa Aceh merupakan bahasa daerah terbesar dan yang paling banyak penuturnya, yakni sekitar 70 % dari total penduduk provinsi NAD (Daud, 1997:10, Daud and Durie, 1999:1). Penutur bahasa Aceh tersebar di wilayah pantai Timur dan Barat provinsi NAD. Penutur asli bahasa Aceh adalah mereka yang mendiami Kabupaten Aceh Besar, Kota Madya Banda Aceh, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Jeumpa, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Barat dan Kota Madya Sabang. Penutur bahasa Aceh juga terdapat di beberapa wilayah dalam Kabupaten Aceh Selatan, terutama di wilayah Kuala Batee, Blang Pidie, Manggeng, Sawang, Tangan-tangan, Meukek, Trumon dan Bakongan. Bahkan di Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Tenggara dan Simeulue, kita dapati juga sebahagian kecil masyarakatnya yang berbahasa Aceh.
Bahasa aceh memiliki dialek yang berbeda-beda seperti dialek pidie, aceh besar dan aceh selatan serta aceh utara, dialek yang akan menjadi identitas seseorang bila sedang berkomunikasi.
2. Bahasa Aneuk Jamee
Bahasa jamee berasal dari daerah Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya dan masih menjadi bahasa sehari-hari masyarakat disana. Bahasa Jamee juga sering di istilahkan dengan bahasa Baiko karena banyak kosa kata dalam bahasa jamee memiliki huruf vokal “o”.
3. Bahasa Kluet
Bahasa Kluet merupakan bahasa Ibu bagi masyarakat Suku Kluet yang mendiami beberapa kecamatan di Aceh Selatan. Bahasa ini berpusat di beberapa daerah seperti Kecamatan Kluet Utara, Kluet Tengah, Kluet Selatan dan Kluet Timur.
4. Bahasa Alas
Bahasa ini kedengarannya lebih mirip dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat etnis Karo di Sumatera Utara. Masyarakat yang mendiami kabupaten Aceh Tenggara, di sepanjang wilayah kaki gunung Leuser, dan penduduk di sekitar hulu sungai Singkil di kabupaten Singkil, merupakan masyarakat penutur asli dari bahasa Alas.
5. Bahasa Gayo
Bahasa ini diyakini sebagai suatu bahasa yang erat kaitannya dengan bahasa Melayu kuno, meskipun kini cukup banyak kosakata bahasa Gayo yang telah bercampur dengan bahasa Aceh. Bahasa Gayo merupakan bahasa ibu bagi masyarakat Aceh yang mendiami kabupaten Aceh Tengah, sebahagian kecil wilayah Aceh Tenggara, dan wilayah Lokop di kabupaten Aceh Timur. Bagi kebanyakan orang di luar masyarakat Gayo, bahasa ini mengingatkan mereka akan alunan-alunan merdu dari syair-syair kesenian didong.
6. Bahasa Haloban
Bahasa Haloban adalah salah satu bahasa daerah Aceh yang digunakan oleh masyarakat di kabupaten Singkil, khususnya mereka yang mendiami Kepulauan Banyak, terutama sekali di Pulau Tuanku. Jumlah penutur bahasa Haloban sangat sedikit dan jika uapaya-upaya untuk kemajuan, pengembangan serta pelestarian tidak segera dimulai, dikhawatirkan suatu saat nanti bahasa ini hanya tinggal dalam catatan-catatan kenangan para peneliti bahasa daerah.
7. Bahasa Devayan
Seperti halnya bahasa Kluet, informasi tentang bahasa Singkil, terutama sekali dalam bentuk penerbitan, masih sangat terbatas. Bahasa ini merupakan bahasa ibu bagi sebagian masyarakat di kabupaten Singkil. Dikatakan sebahagian karena kita dapati ada sebagian lain masyarakat di kabupaten Singkil yang menggunakan bahasa Aceh, bahasa Aneuk Jamee, ada yang menggunakan bahasa Minang, dan ada juga yang menggunakan bahasa Dairi (atau disebut juga bahasa Pakpak) khususnya di kalangan pedagang dan pelaku bisnis di wilayah Subulussalam.
8. Bahasa Simeulue
Bahasa Simeulue adalah salah satu bahasa daerah Aceh yang merupakan bahasa ibu bagi masyarakat di pulau Simeulue dengan jumlah penuturnya sekitar 60.000 orang. Bahasa ini memiliki dua dialek, yaitu dialek Devayan yang digunakan di wilayah kecamatan Simeulue Timur, Simeulue Tengah dan di kecamatan Tepah Selatan, serta dialek Sigulai yang digunakan oleh masyarakat di wilayah kecataman Simeulue Barat dan kecamatan Salang.9. Bahasa Tamiang
Bahasa Tamiang (dalam bahasa Aceh disebut bahasa Teumieng) merupakan variant atau dialek bahasa Melayu yang digunakan oleh masyarakat kabupaten Aceh Tamiang (dulu wilayah kabupaten Aceh Timur), kecuali di kecamatan Manyak Payed (yang merupakan wilayah bahasa Aceh) dan kota Kuala Simpang (wilayah bahasa campuran, yakni bahasa Indonesia, bahasa Aceh dan bahasa Tamiang). Hingga kini cita rasa Melayu masih terasa sangat kental dalam bahasa Tamiang.
Referensi :
http://acehplanet.com/ternyata-ada-9-bahasa-daerah-di-aceh/